

Kenaikan BBM, harga barang dan jasa yang semakin mahal, dan kesulitan hidup membuat kita dan apalagi keluarga miskin semakin susah. Dalam perspektif pengentasan kemiskinan, puasa adalah sebuah latihan untuk memupuk kesederhanaan dan selalu sadar dan berempati dengan keadaan masyarakat miskin yang selalu berkekurangan. Latihan tentu harus berbekas dan dipraktekkan dalam keseharian. Sikap turut merasakan penderitaan inilah yang seharusnya dimiliki jika ingin pengentasan kemiskinan bisa dilakukan.
Teladan yang paling utama dalam kesederhanaan dan berempati pada kemiskinan adalah pada diri Nabi Muhammad SAW. Juga ada pada diri Umar bin Abdul Aziz, khalifah yang rumahnya seperti gubuk, tetapi di akhir pemerintahannya tidak ada orang miskin. Meskipun ini bukan dongeng, tapi barangkali terlalu ideal bagi keadaan sekarang. Tetapi apa yang bisa kita lihat hari ini di tengah-tengah masyarakat kita sungguh sangat jauh perbedaannya.
Di dalam pergaulan, termasuk negosiasi, bahasa tubuh merupakan salah satu kunci untuk memahami maksud seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang sedang berlipat tangan di dada biasanya menyimpan sesuatu yang tidak diungkapkannya, atau ia sedang memiliki suatu agenda tersembunyi. Seseorang yang ketika berbicara tidak berani menatap mata langsung, biasanya sedang berbohong. Yusuf Kalla sering berhasil dalam negosiasinya karena mengetahui bahasa tubuh seseorang dengan baik.
Kembali ke kemiskinan, bahasa tubuh kita seringkali tidak menunjukkan bahwa kita memang sedang berperang dengannya. Bagaimana orang mau percaya bahwa Riau memiliki 22% penduduk miskin, ketika bahasa tubuh kita tidak menunjukkan bahwa kita bermasalah dengan kemiskinan?
Lihatlah pembangunan kita, porsi anggaran kemiskinan kita, mobil-mobil dinas mewah yang kita miliki, kantor-kantor megah yang kita miliki dan akan terus kita bangun, rumah-rumah dinas yang milyaran harganya, pesta dan glamour perayaan yang kita adakan. Apakah itu menunjukkan bahwa kita sedang berjuang sungguh-sungguh untuk mengentaskan kemiskinan?
Lihatlah bagaimana kita mendiskusikan pengentasan kemiskinan di hotel mewah berhari-hari, membicarakan agenda pembangunan di dalam ruangan yang membuat kita menggigil karena terlalu dinginnya AC.
Di tengah gaungan pemberantasan kemiskinan dan kebodohan, sering pula dilontarkan wacana untuk membangun kompleks perkantoran yang bisa mencapai seratus miliar lebih. Sering pula terdengar usulan pembangunan jalan tol triliunan rupiah.
Bahasa tubuh kita memang tidak menunjukkan keprihatinan yang mendalam tentang kemiskinan. Kemana perginya rencana pembangunan desa-desa kita? Yang dibutuhkan desa sebenarnya sangat sederhana. Jalan dengan perkerasan sirtu (pasir batu) sudah mencukupi untuk sementara mengingat banyaknya desa yang harus dijangkau.
Yang penting bisa menghubungkan lokasi pertanian/perkebunan, pemukiman, sekolah dan pasar. Listrik desa, puskesmas, pelatihan keterampilan adalah hal lain yang harus dipenuhi untuk desa-desa kita. Pembangunan jalan lintas antar kabupaten juga penting, tetapi jika mau mengentaskan kemiskinan, maka jalan desa-kecamatan jauh lebih penting untuk dibangun karena di sanalah bagian besar dari keluarga miskin tinggal dan bekerja.
Ketertinggalan desa-desa dan daerah aliran sungai yang notabene ditempati oleh masyarakat tempatan akan menyebabkan SDM masyarakat di sana juga tertinggal.
Bahasa tubuh orang yang sedang menderita karena miskin dan berjuang keras untuk bangkit dari kemiskinannya juga kentara. Pastilah segala pengeluaran akan dihemat, prioritas menjadi kunci utama jika tidak mau menjadi melarat. Anggaran tak tentu arah dipangkas.
Sudahkah itu tampak dari bahasa tubuh kita? Orang yang sedang miskin dan menderita tentu tak pantas berpesta dan hilir mudik dengan pakaian dan dandanan wah. Orang yang miskin dan berjuang untuk keluar dari jeratan kemiskinan tentu tidak akan meminta bantuan dengan memamerkan kekayaannya yang ternyata menunjukkan ia orang yang amat kaya yang pura-pura miskin, padahal ia memang miskin.
Terlepas dari itu semua, jika KKN masih terus jalan, secantik apapun programnya maka tidak akan membawa hasil yang diinginkan. Keseriusan kita memberantas KKN tentu bisa pula ditunjukkan dengan bahasa tubuh yang lain pula. Semua orang kami yakin bisa membacanya.
Puasa yang insya Allah akan dijalani sebulan penuh tahun ini, mudah-mudahan bisa menjadi pengetuk hati kita untuk lebih dekat pada Allah SWT, disamping mengasah kepekaan hati kita untuk bersama-sama menuntaskan kerja besar mengentaskan kemiskinan ini. Bukan hanya ‘membantu’ keluarga miskin yang akhirnya menjadi semboyan saja.