

Dr. Ir. Muhammad Ikhsan, MSc.
Dosen Studi Perkotaan UNRI
Bekerja dengan hati. Tentulah maksudnya bukan hati yang melakukan pekerjaan. Tetapi setiap melakukan pekerjaan diarahkan dan dimotivasi oleh hati. Itulah makna dari “bekerja dengan hati”. Kemunduran yang dialami oleh bangsa ini banyak disebabkan oleh orang-orang yang bekerja dengan tidak menggunakan hatinya, ataupun kalau menggunakan hatinya, disalahgunakan. Mereka yang tidak menggunakan hatinya dalam bekerja akan menjadi malas, penuh kepura-puraan, hanya mau cari nama dan kepopuleran, tidak produktif, dan kalau pun ada hasilnya, produknya rendah kualitas bahkan menjadi mubazir.
Sejarah telah membuktikan dan menunjukkan hasil karya dari manusia-manusia yang bekerja dengan sungguh-sungguh diarahkan oleh hatinya, ya bekerja dengan hati itu tadi. Lihatlah hasil kerja Rasulullah, manusia mulia yang bekerja dengan hatinya untuk menghasilkan generasi muslim yang unggul. Siang malam beliau bekerja, berdakwah, berperang, menyantuni shahabat, dan kaum muslimin, bahkan sampai akhir hayatnya pun beliau masih mengingat umat yang dibinanya: “Ummati, ummati, ummati!” ujar beliau di tengah-tengah sakitnya yang parah. Kejayaan Islam yang berhasil membebaskan imperium Romawi dan Persia tidak lama sepeninggal beliau, dan kecemerlangan di bidang ilmu pengetahuan dan peradaban adalah buah dari bekerja dengan hati tersebut.
Lihatlah bagaimana seriusnya bangsa Jepang dalam memperdalam ilmu beladiri dan perang ketika melewati masa perseteruan perebutan daerah kekuasaan antar tuan tanah. Keseriusan itu menjadikan bangsa Jepang menjadi harum namanya hingga kini sebagai bangsa yang menguasai ilmu bela diri. Pun Jepang akhirnya merasa dirinya tertinggal setelah mengurung diri, lalu mengejar ketertinggalannya dalam teknologi dan kekuatan armada perang. Mereka dengan semangat menggebu-gebu bekerja dalam alih teknologi dan membangun industri modern sehingga bisa pula ikut berperan dalam kancah Perang Dunia I melawan Cina dan menjadi aktor utama dalam Perang Dunia II menaklukkan Asia dan melawan Amerika. Setelah ditaklukkan oleh Amerika dengan invasi ke tanah Jepang dengan dijatuhkannya bom Atom di Hiroshima dan Nagasaki pun Jepang dengan keseriusan individu-individu bangsanya berhasil menjadi super power ekonomi dan industri dunia hingga kini.
Lihatlah para maestro, mereka yang berprestasi di bidangnya masing-masing baik di bidang ilmu pengetahuan, politik, bisnis, seni, bela diri, dan lainnya. Ambil contoh Thomas Alfa Edison, Nelson Mandela, Bill Gates, Leonardo da Vinci, Michelangelo, Bruce Lee dan segudang tokoh lain yang menghiasi dunia ini dengan karya peninggalannya. Mereka semua adalah orang-orang yang serius bekerja di bidangnya. Mereka yang bekerja dengan hati. Bekerja dengan motivasi yang tinggi untuk mendapatkan kerja dan hasil yang terbaik.
Lihatlah keadaannya pada diri dan lingkungan kita masing-masing pada hari ini. Lihat pula keadaan kantor-kantor kita, pekerja-pekerja kita. Masih banyak yang bekerja santai di kantor-kantor. Ngobrol sana sini. Lihat pula perencanaan pembangunan kita, bagaimana proses penyusunan APBD dan APBN di negeri ini. Apa yang dilakukan oleh bangsa kita, tingkat keseriusannya–secara sunnatullah– akan menentukan hasil yang didapat. Proyek pura-pura, kampanye pura-pura, pidato pura-pura, hasilnya pun pura-pura alias kacau balau.
Sangat adil Allah SWT ketika menyatakan bahwa orang yang paling mulia adalah orang yang paling bertaqwa. Demikian pula, kita diperintahkan untuk menjalankan amanah kita dengan sebaik-baiknya. Penilaian manusia tidak bergantung pada jenis amanah yang diberikan kepadanya. Seorang Presiden, Gubernur, Walikota, Bupati, ataupun seorang dosen, kepala sekolah, guru, bahkan seorang ibu rumah tangga yang sehari-harinya hanya mengurus rumah, buruh yang berpanas-panas di tengah terik matahari tidak ada bedanya dalam pandangan Allah SWT, tidaklah yang satu lebih mulia kedudukannya dibandingkan yang lain. Yang membedakan mereka adalah sejauh mana masing-masing orang tadi menjalankan amanahnya. Seorang walikota akan menjadi mulia ketika ia adil, taat pada prioritas, membela yang lemah, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja. Seorang tukang sapu jalan akan menjadi mulia apabila ia menyapu jalan sampai bersih, tidak membuang sampah sapuannya ke dalam parit, tidak mencuri-curi waktu untuk duduk berlama-lama, dan tekun dalam bekerja. Sungguh sangat indah ketika Rasulullah mengatakan bahwa sesungguhnya setiap amal (pekerjaan) tergantung pada niatnya.
Orang yang bekerja dengan hatinya akan mengerahkan seluruh kemampuan terbaik yang dimilikinya untuk mendapatkan hasil kerjanya yang paripurna. Semua jenis pekerjaan bisa menghasilkan karya puncaknya. Bahkan di Jepang, ketika zaman samurai masih berkuasa, profesi seorang pengasah pedang sekalipun sedemikian pentingnya, karena tanpanya sang samurai tidak akan bisa menebaskan pedangnya dengan baik.
Orang yang bekerja dengan hatinya akan merasa puas bila ia bisa mempersembahkan karya terbaiknya pada orang lain. Produk dari orang bekerja dengan hatinya dengan mudah dilihat dan dirasakan oleh orang lain. Perawat yang melayani pasiennya dengan sepenuh hatinya akan mempercepat sembuh pasiennya. Taman yang indah dan memukau tentulah hasil dari tukang kebun yang tekun merawat bunga, rumput dan pohon. Guru yang mengajar dengan penuh empati dan keseriusan jiwanya akan menghasilkan murid yang berkualitas.
Orang yang bekerja dengan hati tidak direpotkan dengan urusan posisi, kepangkatan, bahkan kepemimpinan. Dia tidak perlu risau untuk menyusun langkah-langkah untuk bisa menjadi camat, rektor, kepala dinas, bupati, walikota, ataupun gubernur. Orang yang bekerja dengan hati selalu merepotkan dirinya untuk bisa menghasilkan karya yang monumental setiap kalinya. Tidak peduli dilihat orang atau tidak. Dia yakin bahwa karyanya akan dinikmati oleh orang lain, baik disadari ataupun tidak. Dia akan tersenyum puas ketika orang bisa menikmati karyanya, persis seperti senyuman tukang kebun yang puas ketika melihat orang mengagumi keindahan tamannya, tidak peduli siapa tukang kebunnya.
Orang yang bekerja dengan hati akan terus merepotkan dirinya dengan belajar dan terus belajar bagaimana menghasilkan karya yang terus meningkat setiap kalinya. Dia akan puas dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya setelah kerja kerasnya pada akhirnya mengantarkannya kepada amanah yang lebih besar dan posisi yang lebih besar tanggung jawabnya. Ia akan terus bekerja. Ya, bekerja dengan hati.