

CERITA DI BALIK MENDAKI GUNUNG
Muhammad Ikhsan
Apalah yang dicari di gunung tu….Macam tak ada kerja lain aja. Buat capek-capek badan aja. Atau yang paling sadis: nak mati? Mungkin itu adalah ucapan yang keluar pada beberapa orang kalau ditanya, mau atau tidak untuk mendaki gunung. Kelihatannya kegiatan mendaki gunung seperti pekerjaan sia-sia, melelahkan, dan hanya menghabiskan waktu saja. Mudah-mudahan tulisan ini bisa sedikit berbagi rasa tentang kegiatan yang asyik ini. Digandrungi terutama oleh yang muda, dan banyak pula yang sudah berumur ikut serta. Walaupun banyak kasus orang tersesat, hilang, bahkan mati dalam kegiatan mendaki gunung. Gunung-gunung masih tetap saja ramai dikunjungi. Ada apa sebenarnya?
MENIKMATI ALAM INDONESIA YANG INDAH
Alam Indonesia terlalu indah untuk tidak dinikmati. Sebagai kawasan pertemuan lempeng bumi yang berdesakan, maka gunung-gunung berapi menyembul dari bumi Indonesia. Gunung-gunung berapi ini mengeluarkan debu vulkanik secara terus menerus yang menyuburkan kawasan sekelilingnya. Udara yang dingin dan segar, air yang bersih, tanaman yang subur dan hijau, pemandangan tiada batas, tampakan danau, bukit, lembah, awan, langit, semuanya indah luar biasa. Semua itu tidak akan bisa maksimal dinikmati hanya dengan naik mobil, duduk di restoran, memantau dari kamar hotel, atau pun dengan meninjau dari jendela pesawat terbang, melainkan dengan berjalan, mendaki, menurun ke tempat-tempat yang indah tadi, sampai ke puncak gunungnya. Perjalanan menuju puncak gunung memiliki sensasi tersendiri, karena bisa melihat pemandangan indah, menghirup segarnya udara, dan badan yang segar karena bergerak terus. Apalagi ketika sudah sampai di puncak. Pemandangan kota, kebun, awan di bawah dan lereng-lereng gunung sangat memanjakan mata. Jutaan obyek untuk foto bersama dan selfie tersedia. Semua sudut adalah indah dan unik. Keletihan selama pendakian hilang seketika.
MEMBIASAKAN MENJAGA KEBUGARAN TUBUH
Sampai di puncak gunung sebenarnya adalah bonus dari persiapan fisik yang matang. Untuk bisa mendaki gunung harus memiliki fisik yang kuat karena harus jalan mendaki. Gunung Marapi di Sumbar didaki antara 4 sampai 8 jam ke puncaknya. Gunung Kerinci di Jambi membutuhkan waktu 8 sampai 16 jam sampai ke puncak. Untuk bisa nyaman dan tidak tersiksa karena beratnya pendakian atau menahan bobot badan ketika turun, maka dibutuhkan fisik yang prima. Kebutuhan fisik untuk pendakian setara Gunung Marapi Sumbar, saya menyetarakannya dengan kemampuan fisik orang yang mampu berlari 5 km non stop. Sedangkan untuk sekelas Gunung Kerinci Jambi, mesti memiliki kemampuan fisik setara orang yang mampu berlari 10 km non stop. Kalau tidak memiliki kemampuan fisik seperti itu, bisa saja naik gunung, tapi akan menderita dan menjadi beban bagi kawan yang lainnya. Cedera kaki, kram, sakit lutut, pusing, bahkan muntah-muntah ketika pendakian adalah gejala-gejala ketidakmampuan fisik seseorang ketika mendaki gunung. Karena itu, seorang pendaki gunung harus selalu menjaga kebugaran fisiknya. Minimal 5 sampai 10 km sebanyak 3 kali seminggu. Kalau tidak, ia akan menderita di gunung.
MEMBIASAKAN PERENCANAAN YANG MATANG
Seorang pendaki gunung sebelum menentukan pendakian harus melihat cuaca dan prediksinya. Tidak mendaki di musim hujan atau berkabut tebal. Pakaian dan perlengkapan pun harus menyesuaikan. Sepatu trek yang mencengkeram kuat, jaket tebal penahan dingin, topi, buff, senter, ponco, air minum 1 liter untuk 8 jam (sehari berarti 3 liter), dan kalau akan menginap di atas gunung harus bawa tenda dan makanan secukupnya. Peralatan navigasi, kompas, peta, obat-obatan juga harus dibawa. Rencana perjalanan dibuat dan target-target yang harus dicapai pada pos-pos pendakian direncanakan dengan matang. Menggali informasi dari pendaki sebelumnya dan info dari internet dilakukan. Di atas sana, pada ketinggian 2.000 m sampai 3.000 m tidak ada siapa-siapa yang membantu. Lapar, haus, sakit, luka, patah, pusing, kedinginan, lelah, sesat, ditanggung sendiri oleh pendaki dan kawan-kawannya. Makanya persiapan dan antisipasi sangat penting bagi pendaki.
PERSAHABATAN YANG KENTAL
Persahabatan di antara pendaki gunung dan antara orang-orang yang pernah mendaki gunung bersama biasanya sangat kental. Kenangan ketika bersusah-susah mendaki, kedinginan, kehausan, tersesat, membawakan ransel teman yang keletihan, ditunggu dan dikawal ketika beringsut-ingsut turun gunung tak bisa jalan, berbagi makanan dan minuman, sampai permasalahan ketika mau buang air besar, semuanya menjadi bahan cerita ketika para pendaki berkumpul lagi. Rasa senasib sepenanggungan muncul dan dikenang terus.
MENUMBUHKAN SIFAT PRIBADI YANG POSITIF
Tantangan alam dan kondisi yang ekstrim menempa seorang pendaki untuk memiliki sifat pribadi yang positif. Berani, sabar, penuh perhitungan, suka menolong, rendah hati, cinta alam, menghargai orang lain, tenggang rasa, rela berkorban, setia kawan, bertanggungjawab, bekerja keras, dan semakin dekat kepada Sang Pencipta Allah SWT, adalah diantara sifat pribadi positif yang ditumbuhkan selama kegiatan mendaki gunung. Jika sifat ini tidak dimiliki oleh seorang pendaki, maka rugilah ia, atau meranalah ia selama pendakian. Dengan menerapkan sifat-sifat ini selama pendakian, maka seorang pendaki akan lapang dadanya dan enteng geraknya karena moral yang baik akan mendukung langkahnya. Cinta alam akan tumbuh karena seorang pendaki berhutang kepada alam dan penciptaNya. Beribadah meskipun di gunung harus tetap dilakukan. Bersyukur pada Allah Yang Maha Pencipta. Sampah-sampah di bawa turun, dan sebisa mungkin memungut sampah-sampah yang ada, meskipun bukan milik kita dan dibawa turun bersama sampah sendiri.
PUNCAK ADALAH BONUS
Memang kebanggaan pendaki adalah apabila ia bisa mencapai puncak. Foto-foto dan mungkin pamer ke kawan-kawan. Meskipun demikian, sesungguhnya puncak adalah bonus saja. Yang utama adalah bisa menikmati alam, menjaga kebugaran tubuh, merajut persahabatan, menumbuhkan sifat positif dan semakin dekat kepada Sang Pencipta. Foto-foto seorang pendaki, hanya memperlihatkan sisi indahnya saja. Tetapi penderitaan, kerja keras, disiplin, rasa was-was dan semangatnya tidak tergambar di foto-foto itu. Hanya pendakilah yang bisa merasakan dan mendapatkan manfaatnya.
Ayo mendaki!
1 Comment. Leave new
Menurut saya yang baru sekali mendaki gurung merapi di sumatra barat,biarpun cuma baru sekali…ingatan dan kesannya masih dirasakan sampai sekarang…..lelah sekali perjalanannya,pendakian terakhir mencapai puncaknya, dangat menakutkan bagi saya yang masih pemula, tetapi setelah sampai diatas …hilanglah rasa lelah dan takut jatuh,..betul kata teman teman yang selalu memberi support pada saat itu…terdengar oleh saya dari atas..”kamu bisa shanty…”Indah sekali …