

Kesemrawutan lalu lintas sangat menyesakkan kita. Mobil banyak yang zig-zag berlomba dengan waktu. Seolah-olah hendak mempertontonkan keahliannya dalam mengisi celah-celah sempit. Pengendara sepeda motor demikian pula, dengan lihainya meliuk-liuk dan memepet mencuri kesempatan untuk lewat.
Tidak ada yang mengalah di putaran U, apalagi jika terjebak kemacetan. Padahal, selisih waktu sampai antara yang zig-zag tadi dengan yang mengendarai biasa-biasa saja, tidaklah terlalu banyak. Boleh dicoba. Mereka yang zig-zag tidak jarang malah sering terperangkap sendiri di celah-celah kendaraan yang berbaris rapi dan akhirnya malah tertinggal di belakang.
Kebuasan manusia menjadi sangat kentara di jalan-jalan kita. Kalau di hutan, pemenangnya adalah singa, harimau, dan makhluk buas lainnya. Di jalan-jalan kita, pemenangnya adalah mereka yang sigap dan gesit di balik stang dan kemudi. Mereka yang tidak punya nyali untuk ambil risiko ditabrak dan menabrak akan menjadi pihak yang kalah.
Para pejabat penting yang menganggap urusannya yang paling penting dengan voorijder—mohon maaf bila ejaannya salah—sebagai pemandu di depan juga tidak kalah buasnya. Nyaris tidak ada aturan bersama yang dipatuhi dan menjadi acuan. Buas sekali. Pemakai sepeda motor apalagi pejalan kaki tidak dihargai oleh mereka yang naik mobil. Truk dan bus tidak menimbang perasaan pengemudi mobil. Demikian pula, becak honda dan sepeda motor seenaknya meliuk-liuk di sela-sela mobil, bus dan truk. Apa artinya semua ini?
Jika ingin melihat pelaksanaan hukum suatu bangsa, lihatlah kondisi lalu lintasnya. Apa yang tergambar di jalan raya, itulah yang sesungguhnya terjadi di dalam negeri itu. Itu karena di jalan raya, semuanya transparan dan tidak bisa ditutup-tutupi. Semua pihak turut berpartisipasi dalam pesta hukum rimba ini.
Yang lemah dan bodoh berlagak sombong tak mau kalah. Kadangkala diiringi rasa benci dan dengki pada yang kuat dan kaya yang memperoleh karunia berlebih. Yang kuasa dengan fasilitas yang dipinjamkan padanya tidak pula melindungi yang lemah dan membelanya. Hukum tidak berfungsi melindungi dan memberikan rasa aman pada masyarakat. Hukum bisa ditekuk dan ditafsirkan semaunya, tergantung siapa yang membela dan untuk kepentingan siapa.
Dalam keadaan demikian, terpujilah mereka yang tetap konsisten dengan aturan lalu lintas. Kalau merah ya berhenti, hijau ya jalan. Hak penyeberang jalan di zebra cross diberikan. Kita hormati mereka dengan berhenti. Jangan terpancing dengan kendaraan yang melaju dan zig-zag. Husnuz zhan saja, mungkin mereka sedang mengantarkan orang yang sakit atau sedang mengantar istrinya yang akan melahirkan.
Rasanya tidak perlu semua orang tertib dan disiplin baru keadaan ini berubah. Dengan 20% saja yang tertib dan konsisten saya yakin, perubahan akan terjadi karena proses yang terjadi berikutnya adalah bagaikan bola salju. Banyak orang akan terimbas oleh gema kebaikan tersebut.
Apa yang kita alami di jalan-jalan kita adalah miniatur keadaan negeri dan daerah kita ini. Analoginya adalah sama. Masalahnya adalah siapkah kita menjadi yang 20% tersebut, dan menjadi assabiqunal awwalun (pendahulu) yang merintis kebaikan di bidang kita masing-masing? Semoga.
By : Dr. Muhammad Ikhsan