

Istighfar adalah permohonan ampun yang ditujukan pada Allah SWT diiringi dengan penyesalan untuk tidak mengulangi perbuatan salah dan tekad untuk memperbaiki diri. Istighfar adalah kegiatan memiliki dua dimensi, yakni kepada Allah SWT dan kepada diri sendiri.
Di dalam manajemen ada proses evaluasi dan perencanaan ulang berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan. Proses ini seharusnya terjadi pada diri orang yang beristighfar. Media ini sekaligus dilakukan untuk membulatkan kembali tekad supaya tidak mengulangi kesalahan dan memperbaiki diri ke dalam. Orang yang beristighfar akan memiliki energi positif berupa komitmen baru untuk berbuat kebaikan selanjutnya.
Energi positif lainnya dihasilkan dari hubungan makhluk (manusia) dan Sang Khaliq (Allah SWT). Kelemahan manusia yang bodoh (jahul), sewenang-wenang (zalim), tergesa-gesa (ist’jal), dan mudah tergoda menyebabkan manusia berpotensi melakukan kesalahan dan penyimpangan karena memang begitulah watak manusia.
Berseliwerannya syaitan yang menggoda manusia dan nafsu lawwamah dari dalam diri manusia menyebabkan manusia sering tergelincir. Karena itulah Allah SWT telah menyiapkan sarana bagi manusia untuk bisa terus memperbaiki dirinya, menyesali perbuatannya, dan pada akhirnya menutup habis kesempatan-kesempatan berbuat jahat di dalam diri manusia dengan melakukan istighfar.
Istighfar adalah sarana positive thinking yang disediakan oleh Allah SWT bagi manusia untuk tidak berlarut-larut di dalam kenistaan. Allah SWT selalu menyediakan pintu taubat dan ampunan bagi hambanya. Keputusasaan karena banyaknya dosa dan durjana yang dilakukan tidak lagi bisa menjadi alasan. Allah Sang Rahman, Sang Rahim. Maha Pengasih dan Penyayang kepada hambaNya. Bisa kita bayangkan seandainya Allah tidak menyediakan sarana bagi kita untuk memohon ampun dan beristighfar, maka dosa-dosa kita pun bertumpuk-tumpuk terus dan tentu akan berujung pada kekalutan.
Yang menjadi masalah adalah ketika setelah istighfar, memohon ampunan, bertaubat, kejadian serupa kembali terulang. Disinilah perlunya perulangan. Perintah-perintah Allah SWT banyak yang berupa perulangan. Shalat, puasa, zakat, sa’i, thawaf, zikir, bahkan sampai peredaran bumi, bulan, matahari, bintang dan galaksi, semuanya adalah perputaran dan perulangan. Perulangan akan membuat bekas yang lebih mantap. Ibarat benda yang digosok terus menerus akan menjadi mengkilap. Demikian pula dengan hati manusia.
Rasulullah SAW sendiri dalam sehari tidak kurang dari seratus kali beristighfar. Shalat tahajud diulang-ulang terus setiap malam. Beliau tidak henti-hentinya mengulang-ulang amalan yang diperintahkan Allah SWT meskipun beliau sudah dijamin maksum alias bersih.
Barangkali yang harus terus kita tingkatkan adalah kualitas istighfar kita masing-masing. Kualitas kedekatan, ketakutan, harapan, dan cinta kita kepadaNya. Juga kualitas komitmen kita untuk memperbaiki diri dan betul-betul membuat perubahan di dalam diri. Semuanya harus dilatih, dibiasakan, dan dijadikan obat sampai hati-hati kita betul-betul mantap dan istiqomah tidak tergoyangkan lagi seperti imannya para Nabi dan Rasul Allah. Itulah istighfar yang pada akhirnya bisa melahirkan kemenangan. Allahu Akbar!