

Sungguh memprihatinkan peristiwa kelaparan yang dialami oleh jamaah haji kita di Arafah pada musim haji tahun ini. Dari sisi manajemen, sudah banyak didiskusikan di media tentang penyebab kejadian itu, yaitu antara lain karena dipindahkannya pemesanan catering kepada kelompok pengusaha yang belum berpengalaman dan adanya kemungkinan sabotase. Tetapi dari sudut pandang lain kejadian ini bisa pula dilihat sebagai bentuk peringatan dari Allah SWT pada kita. Apalagi sudah sering kita dengar dari jamaah yang pulang haji bahwa banyak sekali terjadi peristiwa yang merupakan peringatan dari Allah SWT yang langsung dicobakan pada jamaah ketika mereka di tanah suci.
Kalau mau menerka-nerka, kenapa sampai Allah SWT menguji jamaah kita dengan kelaparan? Bahkan suasananya yang sempat direkam di media mirip dengan suasana pengungsian, rebutan kotak mi instan, bahkan sampai ada perampokan makanan segala, seolah-olah suasana kelaparan di pengungsian betul. Meskipun demikian, masih banyak jamaah kita yang betul-betul bersabar terhadap cobaan ini, mau makan apa adanya ketika jatah nasi belum datang. Menurut cerita jamaah, memang jatah nasi sampai 3 hari susah didapat, tetapi makanan ringan, kue, mi instan, buah, korma, dan minuman cukup tersedia. Artinya, kalau tidak memilih-milih betul sebetulnya tidak terlalu parah masalahnya.
Inilah barangkali ujian dari Allah SWT yang hendak dinampakkannya kepada kita di tanah suci. Dugaan penyebab cobaan Allah ini bisa benar bisa pula salah, tetapi tidak ada salahnya jika ini betul-betul terjadi pada kita, kita bertobat pada Allah SWT. Lihatlah bagaimana kebiasaan makan kita sehari-hari (maksudnya sebagian dari kita) yang terlalu memilih-milih makanan. Kalau tidak makan atau beli di restoran anu, kita tidak puas. Kalau terlalu pedas kita ngomel; terlalu asin kita ngumpat; kebanyakan kuah kita protes; sedikit kuah kita tidak makan; minuman terlalu panas protes; kuah encer kita buang. Tak enak masuk tong sampah. Lihat pula kebiasaan makan kita pada saat rapat-rapat, makanan berlebih-lebihan; perut sudah kenyang, kue kotak terus diedarkan; nasi bungkus dan nasi kotak berserakan di mana-mana; banyak makanan sisa karena dipesan berlebihan. Lihat pula kebiasaan kita melakukan lobi-lobi yang didahului dengan makan-makan. Entah dimakan entah tidak, yang penting gengsi dulu. Sekali lagi banyak sekali makanan yang tersisa mubazir. Banyak orang kegemukan, diabetes, dan kolesterol tinggi karena kelebihan makan. Tetapi tidak sedikit pula yang kelaparan karena susah mencari makan.
Kebiasaan kita yang tidak banyak bersyukur ketika makan dan dalam memperlakukan makanan kita barangkali mengundang murka dan ujian Allah SWT. Contoh dari Nabi Muhammad SAW yang hanya memakan makanan yang disukai, dan meninggalkan makanan yang tidak disukai, tidak mencela makanan, makan dan minum dengan tangan kanan, makan dan minum sambil duduk, makan tidak sampai terlalu kenyang, dan tidak rakus bisa kita tiru. Sesungguhnya keberkahan dari makanan yang kita makanlah yang akan menjadi manfaat positif pada tubuh kita, yang akan meluruskan fikiran kita, menajamkan analisis dan keputusan yang diambil, menyehatkan badan kita, melunakkan hati kita, dan menjinakkan nafsu liar kita. Makanya doa yang diajarkan pada kita untuk dibaca sebelum makan adalah Allahumma bariklana fima razaqtana wa qina azabbannar. Ya Allah, berkahilah kami atas rezeki yang dianugerahkan pada kami dan selamatkanlah kami dari api neraka.
Mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa Arafah ini, baik bagi yang merasakannya langsung, maupun bagi kita yang mengetahuinya. Semoga kita bersifat lebih ihsan (memperlakukan dengan baik) pada makanan kita.