

Pekanbaru dilanda banjir setiap kali hujan lebat mendera. Hampir semua jalan utama tergenang ketika hujan lebat 15 menit saja.
Bahkan kawasan pemukiman pun sekarang sudah mulai ikut-ikutan banjir. Meskipun ada yang menyebutnya dengan genangan (bukan banjir), tetapi hakikatnya tetap juga sama, yaitu air yang berlebih karena tidak meresap ke dalam tanah dan tidak pula tertampung oleh drainase.
Dalam tulisan ini, kita sebut saja: banjir, untuk memudahkan. Dampaknya pun terasa di perkotaan, lalu lintas yang macet, rumah dan toko terendam, dagangan tidak laku, aktivitas terhambat, barang-barang terendam dan rusak, serta penyakit pun menyebar.
Yang mengherankan adalah, ketika banjir terjadi, bahkan setelahnya, tidak ada tanggapan dan respon yang signifikan.
Saya membayangkan, seharusnya ketika terjadi banjir, pegawai dinas PU (Cipta Karya yang mengurusi drainase) kalau perlu kepala dinas atau staf yang bersangkutan turun ke lapangan mengecek titik-titik banjir sekaligus mengidentifikasi penyebabnya.
Lalu ketika banjir sudah surut ditindaklanjuti dengan membobol atau mengeruk penyebab tersumbatnya aliran, membangun struktur untuk pencegah banjir sementara atau menurunkan petugas untuk membersihkan got yang tersumbat.
Pendek kata, setiap kali kejadian banjir di suatu tempat ada aksi lanjutan dari dinas PU. Itu bayangan saya, tetapi sayangnya tidak terlihat di lapangan.