

Orang sering hanya melihat hasil tanpa melihat proses. Taman yang indah dengan pepohonan, rumput, dan bunga yang asri dan tertata rapi tidak banyak yang tahu adalah hasil jerih payah tukang kebun yang berpanas, berlumpur, bahkan mungkin terluka tertusuk duri dan paku ketika membersihkan dan menata kebun.
Kemerdekaan yang diraih dan pembangunan yang dinikmati oleh rakyatnya seringkali dilupakan adalah hasil derita dan pedih banyak pejuang kemerdekaan dan pemimpin bangsa. Penjara, siksaan, ancaman, teror, bahkan nyawa adalah tantangan bagi mereka.
Bahkan mutiara yang indah pun dihasilkan dari pedih yang dirasakan oleh anak kerang tiram ketika sebongkah karang kecil yang tajam memasuki tubuhnya yang lunak. Tetapi oleh sang ibu, si anak disuruh untuk bertahan dan kuat menanggung derita sakit sampai akhirnya bongkahan tajam tersebut dibalut bertahun-tahun menjadi mutiara yang menakjubkan. Mungkin pula ini tidak disadari oleh gadis cantik yang memakainya.
Di dalam sejarah tercatat deretan nama-nama tokoh yang pada akhirnya mencapai keberhasilan gemilang. Nabi dan Rasul seperti Nabi Musa, Ibrahim, Isa, Daud, sampai Rasulullah Muhammad SAW adalah mereka yang kuat menahan derita sampai akhirnya berhasil menyampaikan risalah pada umat manusia yang kita rasakan nikmatnya pada hari ini.
Dari tokoh-tokoh dunia lainnya sebut saja Nelson Mandela yang menderita di penjara puluhan tahun oleh rezim apartheid, Thomas Alfa Edison yang menderita gagal dan bangkrut ketika merintis lab nya, Hasan al-Banna yang menderita karena ancaman dan waktunya yang habis untuk dakwah, dan ribuan tokoh lainnya, semuanya adalah orang-orang yang tahan menanggung derita.
Di dalam olahraga pun, untuk mendapatkan fisik yang prima, kita diharuskan untuk ”menanggung derita” karena harus memacu kemampuan fisik kita sampai ke batas maksimum yang dapat ditanggung oleh badan kita. Jika tidak dilakukan, maka hasilnya tidak akan maksimal.
Nafas yang tersengal-sengal, tubuh yang pegal, kulit kaki yang lecet, sampai pada kemungkinan cedera adalah resiko yang mesti dihadapi. Di sini ada istilah yang terkenal: no pain, no gain. Artinya kalau tidak terasa sakit, maka tidak akan ada penambahan prestasi.
Penderitaan dalam sebuah perjuangan adalah sunnatullah di atas muka bumi ini. Ianya bagaikan jalan wajib yang mesti ditempuh. Tidak ada keberhasilan yang diperoleh tanpa penderitaan. Keberhasilan adalah ujung dari perjalanan panjang penderitaan.
Banyak keberhasilan jangka pendek yang dihasilkan dari cara-cara pintas yang mudah dan tidak terpuji, tetapi tidak untuk jangka panjang. Karena itu waspadailah jika jalan yang kita tempuh selalu ditaburi dengan bunga-bunga, pujian, kemudahan fasilitas, dan kepopuleran. Bisa jadi ia merupakan perangkap yang akan menguburkan kita selama-lamanya.
Jalan penderitaan adalah jalan untuk siap menjadi tidak populer, jalan untuk siap menanggung fitnah orang yang tidak menyukai kita, jalan untuk hidup kekurangan materi, jalan untuk kurang tidur dan istirahat, jalan untuk dihambat, dimusuhi, dan dikerjai, bahkan dicelakai oleh orang yang tidak menginginkan kebaikan.
Bagi aktivis dan perintis kebaikan, para da’i, dan para pekerja perubahan menuju perbaikan harus mempersiapkan diri menghadapi penderitaan dan untuk kuat menanggungnya. Beberapa cara untuk mempersiapkan diri antara lain adalah dengan selalu meluruskan niat bahwa apa yang dilakukan adalah untuk mengharap ridho Allah SWT dan akan mendatangkan kebaikan serta kemaslahatan.
Energi yang didapat dari pengharapan pada Allah SWT ini akan merupakan energi yang besar dan tidak akan habis-habisnya. Pengharapan pada Allah SWT akan mengantarkan aktivis kebaikan untuk meminta pertolongan pada Allah SWT dengan berdoa dan lebih khusuk mendekatkan diri padanya lewat shalat dan tahajud.
Sering-seringlah membaca riwayat perjalanan nabi, sahabat, dan tokoh untuk bercermin pada mereka tentang penderitaan dan tantangan yang mereka hadapi supaya kita tetap terus bersemangat dan termotivasi. Persiapkanlah tempat-tempat istirahat di tengah perjalanan panjang untuk bisa menikmati sesaat pemandangan perjalanan kita.
Lihatlah ke belakang dan tariklah napas dalam-dalam dan nikmati apa yang telah didapat. Jika tidak ada sesuatupun yang bisa dinikmati, tanamkanlah di dalam hati bahwa sesungguhnya Allah SWT menilai kita bukan dari hasilnya, tetapi dari usaha maksimal yang dilakukan.
Jangan terlena dan berhenti terlalu lama di tempat peristirahatan sementara karena bisa menyebabkan lemahnya hati. Hiduplah bersahaja dan jauhkan diri dari kemewahan. Berbuat baiklah pada semua orang meski dalam keadaan menderita, karena kebaikan yang diberikan pada orang lain akan mendatangkan kebahagiaan.
Yakinlah seperti yang dinyatakan oleh Allah SWT: Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Bahkan Allah SWT mengulanginya sampai dua kali untuk menegaskan. Betapa banyak perintah Allah SWT bagi kita untuk bersabar dan bersabar. Termasuk di sini bersabar dalam menanggung penderitaan.
Ketika menghadapi permasalahan dan penderitaan yang sangat hebat, pulangkanlah semuanya pada Allah SWT. Anggaplah ini bagaikan sederetan jalan buruk yang mesti dilalui sementara sebelum kembali ke jalan aspal yang mulus lagi. Atau ibarat pesawat yang memasuki area turbulen karena gumpalan awan yang tebal.
Seperti lagu Chrisye, badai pasti berlalu, kita harus yakin bahwa penderitaan itu akan berakhir juga. Paling maksimal sampai kita meninggal dunia, dan mengharapkan surga kelak. Itulah mestinya batas paling akhir dari penderitaan kita. Ya, penderitaan di dunia buat sementara.
Bukan penderitaan di akhirat, nauzubillahi minzalik. Sehebat apa pun penderitaan yang kita alami, sebetulnya tidaklah sebanding dengan nikmat yang akan diberikan oleh Allah SWT di surga sebagai balasan atas kebaikan yang kita lakukan. Bunga-bunga, mutiara, harta, pujian, kepopuleran, pengaruh dan kekuasaan tidaklah sebanding dengan surga Allah.
Karena itu perkuatlah diri menanggung derita di jalan kebaikan. Bukankah semua kita berharap untuk dapat memasuki surga Allah SWT?