

Pada 1 Juni 1945, kata Pancasila pertama kali diperkenalkan Bung Karno saat sidang BPUPKI di Gedung Chuo Sangi In, Jakarta. Fondasi berdirinya rumah besar bernama Republik Indonesia digagas, para founding fathers berpikir keras. Bagaimana caranya, agar negeri ini sanggup menaungi kodrat pluralistiknya.
Kini, 1 Juni 2020, yang tersisa tampaknya sebatas kewajiban upacara. Seremonial hormat bendera yang miskin makna.
Tanya kepada anak bangsa, adakah kita mengerti apa pentingnya Pancasila? Lima butir Pancasila adalah semangat kolektivitas yang menyeimbangkan nilai individualisme milik demokrasi.
Ketuhanan Yang Maha Esa. Telah diingatkan jauh-jauh hari, Bung Karno berpesan agar bangsa ini ber-Tuhan dengan mengedepankan sifat toleransi dan solidaritas. Agama dijalankan dengan cara yang berkeadaban, hormat-menghormati satu sama lain.
Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila mengandung prinsip kemanusiaan sekaligus keadilan sosial. Nilai liberal dan sosialisme, berani dipasang berdampingan.
Jadi cerminan identitas bangsa, bahwa bangsa Indonesia bukan bangsa yang ekstrem. Tidak hitam-putih pilih kiri maupun kanan, tapi mengambil jalan tengah. Prinsip moderat dapat membangun dialog di tengah perbedaan suku, agama, ras, dan golongan.
Seperti halnya menyambut hari lahir orang-orang yang dicintai, hari lahir Pancasila pula penting untuk diperingati. Mungkin sulit untuk sepenuhinya dihayati, tapi paling tidak kita mengerti. Bahwa 1 Juni bukan sekadar seremonial hormat bendera. Lelah berdiri di tengah lapang bisa lebih dimaknai.
Beruntungnya kita punya fondasi. Entah gempuran radikalisme, fundamentalisme, dan isme lain di masa depan, rakyat dapat berlindung di bawah naungan lima sila dasar negara. Ada tempat kembali, saripati jati diri negeri.