

Berpuasalah, kamu akan sehat. Begitulah kata Nabi Muhammad SAW di dalam salah satu haditsnya. Dengan berpuasa, maka kita akan menjadi sehat. Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan sesempurna bentuk telah menyiapkan serangkaian perintah dan larangan untuk kebaikan manusia.
Adalah mustahil bahwa Allah SWT dengan perintah puasanya bermaksud untuk menyiksa manusia. Bahkan sebaliknya, berkembangnya ilmu pengetahuan manusia dan perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa memang benar-benar puasa itu memiliki banyak sekali kebaikan untuk manusia.
Rentang waktu berpuasa yang lamanya antara 10 sampai 16 jam (bervariasi tergantung posisinya di bumi dan musim) sesungguhnya adalah lama waktu yang pas yang bisa ditahan oleh manusia normal. Dengan jangka waktu itu, sesuai dengan sunnatullah (kodrat manusia), maka tidak akan terjadi kerusakan pada tubuh manusia, tetapi sebaliknya akan terjadi proses detoksifikasi (pengeluaran racun) dari tubuh manusia.
Ibarat mesin pabrik, maka ketika berpuasa, perut sedang overhaul, terjadi pembersihan, pengeluaran racun yang telah lama menumpuk selama sebelas bulan. Selain itu, karena pada siang hari perut dalam keadaan kosong, maka organ-organ perencanaan mengalami relaksasi, memberikan kesempatan padanya untuk melakukan rehabilitasi dan perbaikan. Demikian pula, organ-organ tubuh yang lain, akan menyesuaikan diri dengan perubahan ini selama sebulan penuh.
Penelitian kedokteran telah membuktikan manfaat puasa dalam hal menormalkan kadar gula dalam darah, menurunkan kolesterol jahat, dan sarana pembakaran lemak yang efektif. Bahkan orang yang memiliki penyakit maag pun, pada kadar tertentu tidak merasakan sakit perut ketika berpuasa jika kedisiplinan waktu makan sahur dan berbuka dilakukan.
Disamping itu, berpuasa membuat konsentrasi bekerja menjadi lebih baik, karena tidak memikirkan untuk makan dan minum. Selain itu, badan menjadi lebih gesit dan ringan bila dibandingkan ketika tidak sedang berpuasa dengan perut yang berisi. Bahkan Kopassus, tentara elit TNI AD ketika bertugas di Aceh dulu, lebih menyukai untuk berpuasa ketika menjalankan tugas penyerbuan dan patroli karena ingin mengambil manfaat dari kegesitan dan konsentrasi fikiran yang lebih baik ketika sedang berpuasa.
Bagi mereka yang rajin berolahraga secara rutin, puasa tidak menjadi halangan untuk berolahraga, tentu saja dengan takaran sedang. Bisa dilakukan pada pagi atau sore hari menjelang berbuka. Pengakuan banyak olahragawan ini, ketika sedang berpuasa badan rasanya menjadi lebih ringan, gerakan lebih lincah, dan kekuatan menjadi lebih besar.
Pesepakbola dan pebasket profesional dunia yang muslim pun banyak yang tetap konsisten menjalankan puasanya ketika berlatih dan bertanding. Puasa bukan hanya tidak menjadi halangan, tetapi malah menjadi sebuah kelebihan dan nilai positif. Nabi Daud alaihissalam yang terkenal dengan kebiasaannya yang sehari puasa dan sehari tidak adalah seorang yang memiliki kekuatan luar biasa.
Ia bisa membuat baju perang dari besi dan membentuknya langsung dengan tangannya yang kekar. Bahkan, ialah yang melempar Jalut (Golliath) jagoan berbadan besar dengan batu dalam sebuah duel peperangan hingga mati.
Makanya tidak heran, banyak sekali peristiwa-peristiwa penting dalam sejarah umat Islam yang ditorehkan di bulan Ramadhan. Untuk kita ketahui, pada masa Rasulullah Perang Badar dan perang lainnya selama 6 kali, terjadi di bulan Ramadhan. Enam kali peperangan itu terjadi hanya dalam jangka waktu sepuluh tahun Rasulullah berada di Madinah.
Selain itu, penaklukan Kota Makkah yang terkenal dengan futuh Makkah, dimana kaum Muslimin berbondong-bondong memasuki kota Makkah setelah kaum kafir Quraisy tidak sanggup lagi menandingi jumlah kaum Muslimin yang ribuan jumlahnya hendak memasuki kota Makkah juga terjadi di bulan yang suci ini.
Peperangan dahsyat yang dilakukan oleh Shalahuddin al Ayyubi untuk menaklukkan kota Asqolan, yang merupakan pintu gerbang menuju kota Al Quds (Masjidil Aqsha) dilakukan ketika kaum muslimin sedang puasa Ramadhan. Bahkan kemerdekaan republik kita ini pun terjadi pada 17 Agustus 1945 bertepatan dengan hari ke-8 puasa pada tahun itu….
Bercermin dari teladan di atas, seharusnya kaum muslimin pada hari ini juga tidak menjadikan alasan selama bulan Ramadhan untuk menurunkan kinerja dan semangatnya, karena kenyataan sejarah justru menunjukkan hal sebaliknya. Barangkali ada kebiasaan-kebiasaan kita selama di bulan Ramadhan yang justru bersifat kontra dengan puasa yang kita lakukan sehingga hasil puasanya menjadi tidak maksimal, dan malah justru membuat badan menjadi lemah dan kurang produktif.
Bulan puasa seharusnya merupakan bulan untuk menahan nafsu kita, termasuk selera terhadap makan. Rasulullah hanya berpesan pada kita untuk berbuka dengan yang manis-manis terlebih dahulu, tetapi tidak ada riwayat pada masa Rasulullah, dimana disiapkan hidangan khusus beraneka ragam pada bulan puasa seperti yang biasa kita lakukan hari ini.
Bagi kita hari ini, bulan puasa seperti bulan pesta untuk menjamu selera di malam hari dengan menu yang istimewa dan kebanyakan berlebih-lebihan. Baik pada saat berbuka, makan malam, maupun ketika sahur. Aktifitas begadang, dan berleha-leha sampai lewat tengah malam sering pula dilakukan. Bukannya untuk beribadah, tetapi untuk ngobrol, main domino, hilir mudik, sampai lewat tengah malam.
Sebagai akibatnya, siang hari badan menjadi lemah karena kurang istirahat malam, mata menjadi mengantuk, dan tidur siang menjadi lebih lama, dan ujungnya berakibat produktifitas menurun drastis.
Hati (liver) yang berfungsi untuk mengeluarkan racun pada jam-jam istirahat malam antara jam 11 malam sampai jam 3 subuh menurut ilmu kedokteran menghendaki kondisi tubuh dalam keadaan istirahat total alias tidur. Tetapi jika waktu-waktu istimewa ini diisi dengan aktivitas begadang, maka fungsi pengeluaran racun yang terkendala ini dalam jangka waktu lama akan menyebabkan penyakit liver.
Karena itu, sungguh tepatlah anjuran Islam untuk menyegerakan tidur di malam hari, tidak lama setelah shalat isya dan bangun sebelum subuh pada waktu sahur. Puasa yang dimaksudkan untuk menahan diri, hari ini malah banyak berubah menjadi sarana untuk memanjakan diri dengan makanan dan bermalas-malasan.
Sebuah keadaan yang sangat bertolak belakang dengan teladan di atas. Mari kita mengoreksi diri kita masing-masing, apakah puasa yang telah kita lakukan bisa membuat kita lebih sehat dan produktif atau sebaliknya menjadikan kita sakit pada akhirnya dan kontra produktif. Wallahua’lam.