

Selama satu bulan terakhir ini warga Pekanbaru disibukkan dengan menggunungnya sampah dimana-mana karena tidak terangkut. Meskipun tampaknya tumpukan sampah saat ini sudah berangsur-angsur berkurang, tetapi petugas kebersihan, dibantu beberapa komponen masyarakat masih berjibaku membersihkan tumpukan sampah yang tidak putus-putusnya.
Sampah adalah barang terbuang dan tidak berguna, tetapi bila tidak dikelola akan merepotkan kita semua. Bau busuk, lalat, dan penyebaran penyakit akan mengancam warga kota Pekanbaru setiap saat. Sambil berusaha dan berharap persoalan sampah ini diselesaikan oleh Pemko Pekanbaru, ada baiknya kita mengambil pelajaran dari apa yang terjadi dalam pengelolaan sampah selama ini di Pekanbaru, dan juga di kota-kota kita pada umumnya.
Kejelasan pengelolaan
Seharusnya tidak menjadi masalah, apakah sampah diangkut oleh perusahaan swasta atau oleh pemerintah daerah (Dinas Kebersihan dan Pertamanan), maupun oleh masyarakat. Masing-masingnya memiliki kelebihan dan kekurangan.
Yang penting adalah sampah terangkut dengan tuntas dan dengan biaya yang efisien. Jika diangkut oleh perusahaan swasta, maka item-item kontrak harus jelas, akuntabel, dan bisa diawasi. Perusahaan tentu mau bekerja dengan keuntungan yang sebesar-besarnya. Peran Dinas Kebersihan dan Pertamanan dalam mengawasi item-item pekerjaan ini menjadi penting.
Jika lalai dalam mengawasi perusahaan, maka pekerjaan akan amburadul. Untuk kawasan perumahan, pengangkutan sampah yang dikelola oleh RT/RW, atau kelompok masyarakat yang diawasi oleh Lurah/Camat rasanya masih yang terbaik.
Pemerintah Daerah melalui Dinas Kebersihan dan Pertamanan atau PD Kebersihan pun bisa mengangkut sampah dengan baik. Di Surabaya yang merupakan pengelola sampah terbaik di Indonesia masih menggunakan Dinas Kebersihan dan Pertamanan sebagai ujung tombak pengangkutan sampahnya dan mereka berhasil.
Sistem pengangkutan
Sistem pengangkutan sampah di perkotaan haruslah memperhatikan efisiensi dalam sistem pengumpulan dan pengangkutannya. Jumlah penduduk yang besar dan sibuk dengan urusannya masing-masing harus menjadi perhatian pengelola persampahan.
Sistem yang dipakai sekarang, yang menggunakan tenaga manusia untuk mengumpulkan sampah yang teronggok dan memasukkannya ke dalam bak truk sungguh sangat menyita waktu dan sangat tidak efisien. Untuk perbaikannya, bisa dibuat lebih efisien dengan menggunakan truk sampah khusus. Truk sampah sampah (garbage truck) yang dilengkapi dengan pemadat (compactor) bisa dicoba, seperti yang dilakukan di Surabaya.
Meskipun biayanya relatif mahal (1 truk compactor harganya Rp 1,3 milyar), tetapi sangat efektif dan efisien. Truk ini mengangkut sampah dari bak sampah mini kapasitas 0,66 meter kubik yang diletakkan di tempat-tempat strategis. Setelah sampah dimasukkan ke dalam bak truk, kemudian sampah dipadatkan di dalam bak truk secara otomatis.
Bak sampah mini yang telah kosong diletakkan kembali ke tempat semula dan siap untuk diisi lagi. Surabaya saat ini memiliki 32 truk compactor ini dan 600 buah bak sampah mini. Mekanisasi pengangkutan harus dilakukan meskipun secara bertahap.
Ketersediaan bak sampah sebagai TPS
Di antara fasilitas penting yang harus disediakan adalah bak-bak sampah tempat sampah diletakkan sebelum diangkut oleh armada pengangkut sampah. Bak sampah ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara (TPS).
Di Pekanbaru, nyata sekali bahwa jumlah TPS ini terbatas sekali sehingga sampah menumpuk di mana-mana. Menumpuk sampah di pojok-pojok jalan atau tempat tertentu adalah kebiasaan yang tidak baik karena sampah cenderung berserakan dan lalat berkeliaran karena sampah tidak tertutup. Kota pun terkesan jorok dan sampah yang menumpuk sebelum diangkut sangat mengganggu pemandangan.
Yang paling efisien adalah penyediaan bak sampah mini, baik dari bahan besi maupun fiber menyesuaikan dengan bentuk truk pengangkut sampah. Bak sampah mini ini harus tertutup untuk menghindari sampah dari basah terkena hujan dan terhindar dari hinggapan lalat yang menyebarkan kuman penyakit. Bak-bak sampah mini bisa dengan mudah diangkut dengan truk sampah mekanis/compactor. Hanya tong-tong sampah kecil yang dikumpulkan secara manual oleh petugas. Dengan demikian sampah bisa dibatasi penyebarannya.
Mendidik masyarakat
Masyarakat harus dibiasakan untuk membuang sampah pada tempatnya. Sampah harus dimasukkan ke dalam wadah plastik yang besar (trash bags) yang memang dipergunakan untuk tempat sampah, khususnya sampah yang relatif banyak.
Plastik sampah ini lebih tebal, lebih tahan dan banyak dijual. Pemulung juga harus diawasi dan diperingatkan untuk tidak menyobek kantong plastik sampah. Pengawasan, sosialisasi, dan pendidikan pada masyarakat harus dilakukan secara terus menerus sampai ini menjadi kebiasaan.
Harus ada petugas yang ditugaskan untuk sosialisasi, mengawasi dan memberikan sanksi ke masyarakat sampai masyarakat terbiasa. Upaya ini harus dapat porsi pendanaan yang cukup. Biaya pengangkutan sampah adalah sebesar 50 persen dan merupakan komponen pembiayaan terbesar dalam pengelolaan sampah. Karena itu, pengurangan volume sampah sejak dari sumbernya dengan upaya menata sampah sejak masih di rumah tangga masing-masing akan menghembat banyak biaya.
Kesejahteraan dan keselamatan pekerja
Pengangkutan sampah adalah pekerjaan berat dengan resiko besar. Lingkungan kotor, bau, rentan tertular penyakit, dan fisik yang terkuras adalah tantangan pekerja pengangkut sampah. Karena itu, perhatian besar harus diperhatikan pada mereka dengan memberikan perlengkapan yang lengkap mulai dari baju khusus, sarung tangan, sepatu, dan peralatan kerja yang memadai.
Upah minimum tidak layak untuk mereka karena beratnya pekerjaan dan resiko yang besar. Minimal 1,5 kali upah minimum harus mereka dapatkan ditambah asuransi kenegakerjaan yang memadai. Sangat miris melihat pekerja pengangkut sampah masih mengumpulkan plastik dan “kara-kara” di sela-sela mereka mengangkut sampah untuk mencari tambahan penghasilan. Padahal ini pasti menyita jam kerja efektif mereka.
Pengelolaan sampah terpadu
Untuk jangka panjang, pengelolaan sampah terpadu adalah solusinya. Sampah harus dipisah mulai dari sumbernya, seperti di rumah tangga. Sampah yang mudah hancur (organik) dan yang susah hancur (anorganik) dipisahkan.
Sampah kertas, plastik, logam, dan botol dipisahkan untuk didaur ulang. Sampah organik dikelola menjadi kompos. Hanya sampah anorganik yang tidak bisa terpakai sama sekali yang diangkut sampai ke tempat pembuangan sampah akhir.
Volumenya tentu akan jauh berkurang dan meringankan pengangkutan sampah. Mengelola sampah secara terpadu seperti ini butuh komitmen dari semua pihak. Masyarakat pun harus dirangsang untuk membentuk bank-bank sampah dan pengelolaan sampah di tingkat RW maupun kelurahan masing-masing.
Pemerintah daerah harus mengambil peran sentral untuk membiasakan semua stake holder dalam pengelolaan sampah terpadu ini, tentu saja secara bertahap. Kalau tidak, Pekanbaru akan menjadi Pekan bau.