

Penanganan Banjir Pekanbaru
Genangan, banjir atau apapun namanya yang menggenangi jalan-jalan dan kawasan pemukiman saat ini sudah seperti momok di Pekanbaru. Kalau dulu, banjir hanya terjadi setelah hujan turun sangat lebat berjam-jam. Tetapi sejak 5 tahun belakangan ini, hujan satu jam saja sudah menyebabkan banjir di banyak tempat. Sementara itu, langkah-langkah penanganan banjir dari pihak-pihak yang terkait sepertinya belum tampak. Sebegitu sulitkah persoalan banjir ini?
Ketika hujan turun, sebagian air akan menyerap ke dalam tanah, dan sebagian lain akan mengalir di permukaan dan masuk ke saluran/drainase. Di kawasan perkotaan yang penuh dengan bangunan, perkerasan, jalan, dan tanah padat, volume air yang yang tidak terserap ini (run-off) bisa mencapai 80 sampai 90 persen dari volume air hujan yang turun ke bumi. Ketika ukuran drainase tidak cukup dan aliran terhambat, maka terjadilah banjir. Karena itu, penanganan banjir sangat berkait dengan kawasan resapan ruang terbuka hijau, kondisi drainase, termasuk sampah dan penghalang lain di dalam drainase. Pada tulisan ini, solusi penyelesaian banjir kami bagi menjadi 3 tahapan: pendek, menengah dan panjang.
Solusi Jangka Pendek (di bawah 1 tahun)
Pertama, yang paling mudah dilakukan adalah mengaktifkan pembersihan saluran-saluran drainase yang ada untuk melancarkan aliran. Di kawasan pemukiman dan parit-parit kecil, menjadi tugas masyarakat untuk melancarkannya. Di saluran sekunder ukuran 1 m ke atas dan di tepi jalan-jalan besar, tentu menjadi tugas pekerja pemeliharaan drainase PU kota. Tentu saja pekerja-pekerja ini harus diarahkan untuk mengangkat halangan-halangan di dalam parit, bisa berupa tonggak-tonggak sisa konstruksi coran jembatan, parit tumbang, timbunan batu/pasir, sampah plastik dan sedimentasi lainnya. Fokusnya bukan hanya membersihkan saluran, tapi pada upaya menjamin kelancaran air. Untuk mempercepat ini, Pemko bisa mengajak seluruh pekerja, masyarakat, dan relawan untuk bergotong royong dengan arahan yang benar.
Kedua, Pemko melalui instansi terkait Camat, Lurah, Satpol PP meminta pemilik ruko, kedai, SPBU, kantor, dan bangunan lainnya untuk membongkar beton penutup parit dan gorong-gorong yang menghambat aliran drainase. Banjir di sepanjang jalan Subrantas didominasi oleh faktor ini. Jika pemilik bangunan tidak mau membongkarnya, maka PU harus mau membongkarnya demi kelancaran aliran.
Ketiga, PU membentuk petugas yang mengawasi aliran drainase primer dan sekunder (diameter 0,7 m ke atas) dan menjamin kelancaran alirannya. Di sawah saja, ada petugas ulu-ulu air yang setiap hari mengontrol aliran air ke sawah-sawah supaya pembagian air bisa merata dan adil. Apatah lagi di kota sebesar dan seramai ini, mestilah memiliki petugas yang memadai. Konflik-konflik drainase di pemukiman warga terkait dengan penimbunan, pengalihan, dan lainnya harus diselesaikan oleh Pemko melalui petugas ini. Jika diselesaikan oleh warga sendiri maka rawan timbul konflik karena tidak ada yang menjadi penengah dan pengambil keputusan, padahal drainase termasuk infrastruktur umum (public work).
Keempat, PU membuat peta aliran drainase eksisting mulai dari drainase primer (sungai dan anak sungai), sekunder (lebar 1 m sampai 3 m) dan kalau bisa sampai tertier (lebar kurang dari 1 m) di pemukiman. PU harus mengetahui dengan jelas, jalur dan zig zag aliran drainase ini mulai dari saluran kecil sampai akhirnya ke sungai. Memetakan masalah banjir harus dimulai dari memetakan aliran air ini. PU tidak perlu malu untuk memulainya kalau memang peta ini belum ada. Tidak perlu memakai tenaga konsultan khusus untuk ini. Tenaga harian di PU atau bahkan relawan dengan arahan dan pengawasan yang baik pun bisa melakukannya.
Kelima, menjalankan Perda Kota Pekanbaru tentang sumur resapan yang telah lama tidak diterapkan atau tidak jelas penerapannya. Sumur resapan wajib dibuat oleh pemilik bangunan yang menutup lahannya dengan perkerasan, beton, aspal, dan lainnya untuk meresapkan air ketika hujan turun. Sosialisasi, pengawasan, dan penerapan sanksi harus kembali digairahkan. Meskipun sangat disayangkan Pemko sendiri tidak memberi contoh yang baik untuk membuat sumur resapan di kawasan kantor pemerintah.
Kelima solusi jangka pendek di atas hampir tidak membutuhkan dana tambahan, selain anggaran rutin pemeliharaan.
Solusi Jangka Menengah (rentang di atas 1 tahun sampai 5 tahun)
Di samping terus melanjutkan langkah-langkah pada solusi jangkah pendek, maka solusi jangka menengah bisa dilakukan.
Pertama, berdasarkan peta aliran eksisting, membuat master plan drainase kota. Perencanaan dimensi yang seharusnya, perubahan arah, penyederhanaan belokan yang patah-patah, rencana pembangunan drainase selanjutnya dan skenario arah aliran skala kota harus dibuat untuk memperbaiki kinerja drainase perkotaan secara keseluruhan dibuat di dalam master plan ini. Master plan drainase ini mesti disinkronkan dengan master plan jalan perkotaan, dimana setiap pembangunan jalan harus dilengkapi dengan drainase yang sepadan.
Kedua, memperbaiki dan membangun drainase secara bertahap sesuai dengan skenario masterplan drainase kota yang telah dibuat. Di sini perlu keberpihakan anggaran dari Pemko untuk mengalokasikan dana yang cukup. Jangan sampai pembangunan drainase untuk mengatasi banjir dikalahkan oleh proyek-proyek besar seperti jalan lingkar, stadion olahraga, kantor, atau pusat aktivitas lainnya. Saya memperkirakan kalau Pemko konsisten menganggarkan Rp 10 milyar sampai Rp 15 milyar pertahun selama 5 tahun, maka 90% masalah banjir di Pekanbaru ini akan teratasi. Karena wewenang penanganan drainase pada jalan-jalan utama terbagi atas wewenang pemerintah pusat melalui APBN, Pemprov melalui APBD Provinsi, dan Pemko melalui APBD kota, maka Pemko tentu harus memainkan perannya supaya pembangunan drainase pada masing-masing hirarki tersebut bisa mendapatkan pendanaan.
Ketiga, penanganan sampah dan kegiatan pedagang kaki lima (PKL). Penanganan sampah yang baik akan mengurangi resiko dibuangnya sampah secara sembarangan oleh warga dan PKL ke dalam saluran. Bertumpuknya sampah akibat pengangkutan dan penyediaan tempat pengumpulan sampah sementara yang tidak efisien menyebabkan sampah lebih mudah mendarat di selokan-selokan. PKL juga mesti disosialisasikan dan diawasi untuk menyediakan tempat sampah dan membuang sampah pada tempatnya. Tidak mendirikan bangunan sembarangan di atas atau di dalam parit yang menghambat aliran.
Keempat, mempersiapkan dan membeli lahan untuk ruang terbuka hijau (RTH) publik. RTH publik pada suatu kota harus memenuhi minimal 20 persen dari luas kota. RTH ini bisa berupa hutan kota, taman, rawa, waduk, sungai, pekuburan, median hijau, lapangan hijau olahraga, dan semua permukaan tanah yang tidak ada bangunan atau pun perkerasan sehingga air hujan bisa langsung menyerap. Pemko harus membeli lahan-lahan tersebut sehingga bisa dimanfaatkan bukan hanya untuk serapan air, tetapi juga untuk rekreasi, pendingin udara kota, peredam kebisingan, ruang hidup satwa burung dan kupu-kupu, dan olahraga. Jika tidak dibeli dari sekarang, maka jangan diharap kota ini akan memilikinya lagi 20 tahun mendatang.
Solusi Jangka Panjang (di atas 5 tahun)
Disamping terus melakukan langkah pada solusi jangka pendek dan jangka menengah, maka solusi jangka panjang bisa dilakukan.
Pembangunan ruang terbuka hijau, penanganan anak sungai dan penataan ruang kota secara serasi dan komprensif. Sesungguhnya penanganan banjir, pengadaan RTH, waterfront city, penataan ruang kota dan transportasi air bisa dilakukan secara serentak dan memenuhi semua tujuan masing-masingnya. Air tidak lagi menjadi momok yang menakutkan, melainkan bisa menjadi elemen penghias kota. Taman-taman bisa disinggahkan air dari drainase yang telah disaring sehingga menambah kesejukan kota. Penyeberangan air melewati jalan Sudirman jangan lagi melewati box culvert yang disembunyikan, tetapi mesti dibuat jembatan sehingga terlihat alirannya. Kanal mulai dari Jalan Garuda tembus ke anak sungai Sail melewati SMA 8 dan terus ke Sungai Sail bisa berfungsi sebagai water way (jalan air) yang apik jika dirancang untuk itu. Taman kota dari Kaca Mayang terus lanjut melewati drainase samping Masjid Al Falah, lalu ke kolam samping Aryaduta, terus ke Hutan Kota jalan Thamrin akhirnya sampai ke pelataran banjir di tepi sungai Sail belakang gubernuran bisa divariasikan menjadi taman indah dengan elemen drainase yang cantik. Drainase di jalan Parit Indah pun bisa jadi tempat orang main perahu. Kalau sudah begini, moleklah Pekanbaru kita. Selamat HUT Pekanbaru!
Dosen Universitas Riau (Praktisi Perkotaan)